(dicopy dari tulisan Bp. Djojok Suparjo, Dozen Prodi Bahasa Jepang Unesa)
_==========================================================_
Entah sudah beberapa kali saya mengikuti upcara prosesi pengukuhan Guru Besar di Universitas tempat saya bekerja, entah berapa kali pula saya menyaksikan para Guru Besar tak berdaya menahan tetesan air mata mereka di penghujung orasinya.
Pada umumnya di akhir pidato pengukuhan Guru Besar ada bagian untuk menyampaikan ucapan terimaksih kepada semua orang yang telah berjasa mengantarkan mereka memperoleh jabatan tertinggi dalam bidang akademik tersebut. Sekuat apapun hati, secerdas apappun intelegensi mereka, pada saat sampai pada ucapan terimakasih yang ditujukan kepada kedua orangtuanya, sejenak selalu berhenti berusaha bembendung genangan air mata yang mulai menetes di kedua bela pipinya. Betapa dahsyatnya kata “Ibu” dan “Ayah” . Tidak berlebihan kalau kata-kata tersebut mengandung makna yang sangat magis hingga membuat seseorang terenyuh bila mendengarnya.
Saya pernah mengikuti sebuah pelatihan penyeimbangan otak kiri dan otak kanan. Pelatihan tersebut dikemas begitu cantik sehingga peserta benar-benar masuk ke dalam suasana sugesti sang pelatih. Di penghujung pelatihan kami diminta membayangkan ke dua orang tua kami karena sang pelatih akan membacakan “surat wasiat” yang dititipkannya kepadanya dari orang tua kami. Dari mulai sampai akhir dibacakan surat wasiat tersebut saya tak mampu menahan deraian air mata yang meluap disela kelopak mata saya. Surat wasiat tersebut isinya kira-kira seperti berikut. Saya tidak tahu bagaimana dengan Anda ketika membaca surat berikut ini. Tetapi coba Anda bayangkan, bagaimana kalau surat ini datang dari orang tua Anda sendiri.
Dear Anakku Tersayang
Anakku, surat ini Ibu dan Ayah tulis atas nama rindu yang besarnya hanya ALLAH yang tahu. Anakku sayang, menjadi ayah atau ibu itu sungguh indah dan mulia. Terlepas dari kecemasan Ayah dan Ibu ketika menanti kelahiranmu dulu yang masih dapat Ibu dan Ayah rasakan hingga kini. Bila Ibu dan Ayah kenang lagi kecemasan itu, terasa sangat indah karena didasari atas rasa cinta dan kasih sayang yang belum pernah Ibu dan Ayah rasakan sebelumnya.
Anakku, menjadi Ibu atau ayah itu sungguh mulia. Pernahkah engkau baca sejarah para nabi rosul Allah?. Di situ betapa banyak nasihat yang terbaik dicatat dari dialog antara orang tua dengan anak-anaknya. Meskipun demikian, ketahuilah nak, menjadi ibu atau ayah tidaklah mudah.
Ibu dan Ayah masih dapat mengenang masa-masa yang terlewat, antara desah ratap Ibu ketika berusaha melahirkanmu, dan kerinduan Ayah menanti kehadiranmu. Masih terbayang tubuh Ayah gemetar menyaksikan perjuangan Ibumu dalam proses melahirkanmu. Ibu dan kadang sebentar tertunduk layu dan sebentar tersenyum menatatap harapan atas keselamatanmu.
Kini, sepanjang masa keberadaanmu di sisi kami adalah salah satu masa terindah dan paling kami banggakan di depan siapapun, bahkan dihadapan ALLAH ketika ayah dan ibumu duduk tafakur dihadapan-Nya, hingga saat usia senja ini.
Anakku dambaan hati Ibu dan Ayah, masih terbayang dipelupuk mata Ibu dan Ayah saat engkau lahir dipangkuan ini. Kami cium dan kami timbang. Lalu engkau kami peluk erat-erat karena engkau kami anggap sebagai buah cinta kasih sayang antara Ibu dan Ayah. Engkau kami anggap sebagai bukti perekat jiwa Ibu dan Ayah yang tak lagi terpisahkan oleh apapun jua.
Tapi seiring perkembangan waktu, ketika engkau suatu kali telah mampu berkata “TIDAK”!. Ibu dan Ayah terperangah, kata-kata itu betul-betul telah menggugah kesadaran ayah dan ibumu. Ayah mulai bertanya dalam hati, ”siapakah engkau sesungguhnya?”. Engkau ternyata bukan milik kami, Ibu dan Ayah nak. Engkau lahir, ternyata bukanlah semata karena cinta kasih Ibu dan Ayah. Engkau adalah milik ALLAH. Tak ada hak bagi kami menuntut pengabdian darimu. Karena pengabdianmu semata-mata dan seharusnya hanya untuk ALLAH.
Anakku, hati Ibu dan Ayah terasa pedih, jiwa ini terasa terhempas ketika menyadari siapa sebenarnya kami dan siapa sebenarnya engkau. Dalam untaian waktu yang panjang, tat kala malam menjadi sunyi sepi, muncul penyesalan dalama hati atas kesalahan Ayah dan Ibu mu. Mengapa Ayah dan Ibu tidak mampu mendidik dan membahagiakan kamu Nak. Penyesalan itu keluar bersama deraian air mata di hadapan ALLAH.
Tapi walaupun begitu, Ibu dan Ayang senantiasa bersyukur, karena penyesalan itu membuat Ibu dan Ayah hidup lebih cerah dan lega. Dan kesadaran itu muncul Nak, satu-satunya upaya Ibu dan Ayah adalah berusaha mendekatkanmu kepada pemilikmu yang sebenarnya. Membuatmu senantiasa berusaha memenuhi keinginan pemilikmu dengan melakukan segala sesuatu karena ALLAH, bukan karena Ibu dan Ayah.
Tugas Ibu dan Ayah bukanlah agar engkau dikagumi orang lain, tapi agar engkau dikagumi dan dicintai ALLAH. Inilah upaya terberat Ibu dan Nak, karena artinya Ibu dan Ayah harus terlebih dahulu memberi contoh kepadamu dekat dengan ALLAH. Keinginginan Ibu dan Ayah harus lebih dulu sesuai dengan keinginan ALLAH. Agar perjalananmu mendekati-Nya tak terlalu sulit dan sia-sia.
Kemudian, Ibu dan Ayanh masih ingat, ketika setapak demi setapak kau lankahkan kakimu. Ibu dan Ayah kadang tak mampu menghindarkan engkau dari kerikil tajam dan lumpur hitam perjalan ini. Ibu dan Ayah Cuma dapat mengenggam jemarimu dan merapatkan jiwa ini agar tidak terpisahkan.
Kini Ibu dan Ayah senantiasa berdo’a agar engkau dapat merasakan perjalanan rohaniah yang sebenarnya. Saat engkau mengeluh letih dalam sebuah perjalanan, Ibu dan Ayah telah berupaya sekuat tenaga menguatkanmu, karena hidup ini memang tidak boleh berhenti nak. Berhenti berarti mati, inilah kata-kata Ibu dan Ayah setiap kali memeluk dan menghapus air matamu, ketika engkau hampir putus asa.
Akhirnya Nak, kalau kelak ketika semua manusia dikumpulkan dihadapan-Nya dan kudapati jarak Ibu dan amat jauh dari-Nya (ALLAH), maka Ibu dan Ayah akan tulus ikhlas, karena itulah buah perilaku kami di dunia. Tetapi kalau boleh Ibu dan Ayah berharap, Ibu dan Ayah ingiiiiin sekali melihatmu dekat dengan ALLAH. Tentu Ibu dan Ayah bangga, karena itulah bukti bahwa semua titipan bisa Ibu dan Ayah kembalikan kepada pemilik-Nya.
Maafkan Ibu dan Ayahmu Nak
Dari Ibu dan Ayah yang senantiasa
merindukanmu.
Catatan;
(Saya tak kuasa menuliskan nya lagi)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar