Senin, 19 April 2010

Membila Noda yang Melekat di Hati

mengutip dari postingan facebook P. Djojok S.

=============================================

“Bismillaahirrohmaanirrohiim. Ilaahi anta maksuudi waridoka matluubi ’atinii mahabbataka wama’arifataka.”

Mari kita berimajinasi bahwa kamarau panjang telah datang, daun-daun tertunduk layu, kemudian jatuh berguguran di halaman. Kita berusaha menyapu, menyapu, lalu menyapu dengan sapu lidi yang panjangnya tak seukuran. Halaman bersih, namun tak lama daun-daun kembali berserakan.

Sama seperti kondisi tersebut, pada hati manusia pun debu tak henti-hentinya datang beterbangan, lalu melekat menjadi kotoran, noda, yang akhirnya bertumpuk menjadi mengerat menjadi dosa. Setiap saat terus melekat silih berganti mesti sering dibersihkan. Oleh sebab itu, kita tidak boleh lalai, tidak boleh lengah memegang serbet keyakinan dan keimanan untuk membersihkannya. Membersihkan noda-noda yang menempel di hati manusia akan lebih sulit dibandingkan dengan menyapu daun kering yang berjatuhan di halaman.
“Ki o tsukazu, me ni mo mie nedo, itsu to naku, hokori no tamaru, tamoto narikeri”. (5-7-5-7-7). Puisi Jepang (haiku) ini saya temukan dalam sebuah buku bacaan bahasa Jepang. Maknanya sangat sesuat dengan tema tulusan di tas. Oleh karena itu saya coba untuk mengutipnya. Puisi tersebut mengisyaratkan bahwa manusia tanpa disadarinya, tanpa diketahuinya, setiap saat hatinya akan menjadi kotor oleh debu kehidupan dunia. “Apa sebenarnya yang mengotori hati manusia?”

Sudah tentu sama halnya dengan yang membuat kotor “cermin jernih” yang pertama kali diperoleh manusia Tuhannya, yang membuat kotor hati manusia adalah “keinginan”, “keakuan”, “keegoan”, “gairah yang berlebihan”, “lalai terhadap perintah-Ny”, dan masih banyak lagi. Kalau kotoran di halaman hanya disebabkan daun yang berguguran, tetapi kotoran di hati disebabkan oleh banyak hal terutama perbuatan yang menyimpang dari perintah-Nya.

Harus disadari, hati juga punya kebiasaan yang sulit diubah. Kalau kita bukan orang yang cerdik, jangan berharap mita mampu membersihkan debu yang bertumpuk di hati kita, karena hati pada hakekatnya sangat suka menyedot debu-debu agar melekat pada dirinya. Oleh sebab itulah, untuk mencegah debu tidak mudah melekat di hati, kita harus senantiasa mendekatkan diri pada cahaya Ilahi yang terpancar dari “cermin jernih“ yang pertama kali kita terima.

“Hibi ni tsumoru kokoro no chiri akuta, arai nagashite, waga o tasukeyou”. Puisi Jepang (haiku) ini karya Ninomiya Sontoku yang sangat terkenal. Interprestasi saya adalah, “kalau kita selalu membersihkan kotoran yang melekat di hati, maka kita akan tertolong dari kehidupan yang fana ini. “Nafsu” merupakan musuh besar dalam kehidupan manusia. “Waga” dalam ”waga tasukeyo” bermakna “sejatinya diri manusia”, artinya sama dengan “masu kagami” (cermin yang jernih). Manusia harus berkorban dalam hidupnya untuk membersihkan kotoran-kotoran yang bertimbun di hatinya.

Sejak kita lahir orang tua kita sudah beruhasa sekuat tenaga dan pikirannya memberi bimbingan, mendidik, dan berdo’a agar kita mampu mengibaskan debu-debu yang datang melekat pada hati kita. Akan tetapi, “keinginan”, “ego”, “kesombongan” diri kita yang dibawa oleh “reikon” atau saya sebut saja “syaitan” yang maha licik, telah meluluhlantakkan fondasi yang ditanamkan orang tua kita. Orang tua kita dalam do’anya kadang menangis menyesali pengharapannya yang gagal menjadikan kita anak yang saleh. “Audzubilahhimindzalik”, jangan sampai kita menjadi anak yang membuat orang tua kita menagis karena ulah dan prilaku kita.

Bahagianlah orang tua kita dengan menjadi anak yang saleh karena sesungguhnya Allah telah berfirman, “Dan, sesungguhnya telah kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwa bumi ini dipusakai hamba-hambak-Ku yang saleh.” (QS. Al-Anbiyaa’:105)

Semoga kita tergolong orang-orang yang soleh yang mampu membahagiakan ke-dua orang tua kita, keluarga kita, sesama manusia di muka bumi ini. “Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu, dengan kemulyaan-mu dan kerendahan kami, dengan kekuatan-mu dan kelemahan kami, dengan kekayaan-Mu dan kemiskinan kami, agar Engkau mau berbelas kasih kepada kami, bersihkanlah hati kami dari keraguan terhadap segla kekuasaan-Mu. Amiin

Tidak ada komentar: